Season satu chapter satu
Season 1 chapter 1
Tap tap tap
Suara ketukan langkah kaki ku bergema memenuhi telinga. Menyusuri pelataran sebuah hotel di pinggir kota.
Kaki ku terhenti tepat di depan pintu lobby hotel. Mata ku menatap nanar ke dalam sana. Suara degup jantungku mengalahkan bisingnya lalu lintas di jalan raya depan hotel.
Antara yakin dan tidak. Antara keinginan dan keraguan.
Ku pejamkan mata dan menghela napas dalam-dalam. Mungkin aku sudah gila. Di antara dilema yang aku rasakan, ketika keruwetan di otaku menjadi benang kusut, ku lihat sekelebat memori. Bayang kabur sesosok laki-laki dengan kaus hitam berlengan panjang duduk di tengah taman. Dia tersenyum malu. Wajahnya tersipu-sipu. Dan tak mampu berkata-kata.
Memori kecil yang hampir tak bisa ku ingat itu memberikan sebuah keyakinan. Ya aku tak boleh mundur.
Ku putuskan memasuki hotel. Di ujung sana terlihat wanita cantik dengan tatanan rambut bak pramugari. Rapi, cantik, dan menarik. Dia menyambut kedatanganku dengan senyum yang sangat hangat. Di dadanya terpampang nametag gold yang terbaca 'sekar receptionis'
"Ibu Jassie, ya? Selamat datang. Kami sudah menunggu." Sapanya tanpa mengurangi senyum.
Aku terpaku. Dia mengenaliku. Bagaimana bisa? Sekalipun aku tidak pernah datang ke hotel ini.
"Ya. Saya Jassie. Tapi bagaimana anda tahu nama saya?"
"Kepuasan pelanggan kami ada yang utama. Ibu sudah ditunggu sejak tadi. Tapi kami diminta menawarkan tempat yang sekiranya ibu inginkan. Beliau sudah memesankan tempat dan ibu dipersilahkan memilih. Ibu bisa menikmati makan malam di restoran kami, atau sebuah kamar vip yang nyaman untuk anda, atau bersantai di tepi kolam renang dengan candle light. Mana yang ibu inginkan?"
Deg deg deg. Degup jantung ku kian cepat. Aku bisa merasakan keringat yang membasahi dahiku. Kaki ku gemetar seperti tak bisa menahan berat tubuhku.
Apa yang resepsionis tadi bicarakan? Restoran. Itu artinya aku akan menghabiskan waktu bersamanya dengan makan malam. Apa aku bisa menelan makananku dengan perasaan seperti ini? Perutku serasa teraduk-aduk. Kamar. Itu hal yang lebih buruk. Kolam renang. Apa itu mungkin pilihan yang tepat?
"Bagaimana bu? Apa anda sudah menentukan pilihan? Kami akan segera memberi kabar beliau setelah ibu mengambil keputusan." Ucap resepsionis itu membuyarkan lamunanku.
"Apa ada pilihan yang lain?" Jawaban bodoh yang keluar dari mulutku. Resepsionis itu hanya tersenyum dan aku tau artinya. Nothing.
Apa yang harus aku lakukan Tuhan?
"Hey Jassie...."
To be continue
Tap tap tap
Suara ketukan langkah kaki ku bergema memenuhi telinga. Menyusuri pelataran sebuah hotel di pinggir kota.
Kaki ku terhenti tepat di depan pintu lobby hotel. Mata ku menatap nanar ke dalam sana. Suara degup jantungku mengalahkan bisingnya lalu lintas di jalan raya depan hotel.
Antara yakin dan tidak. Antara keinginan dan keraguan.
Ku pejamkan mata dan menghela napas dalam-dalam. Mungkin aku sudah gila. Di antara dilema yang aku rasakan, ketika keruwetan di otaku menjadi benang kusut, ku lihat sekelebat memori. Bayang kabur sesosok laki-laki dengan kaus hitam berlengan panjang duduk di tengah taman. Dia tersenyum malu. Wajahnya tersipu-sipu. Dan tak mampu berkata-kata.
Memori kecil yang hampir tak bisa ku ingat itu memberikan sebuah keyakinan. Ya aku tak boleh mundur.
Ku putuskan memasuki hotel. Di ujung sana terlihat wanita cantik dengan tatanan rambut bak pramugari. Rapi, cantik, dan menarik. Dia menyambut kedatanganku dengan senyum yang sangat hangat. Di dadanya terpampang nametag gold yang terbaca 'sekar receptionis'
"Ibu Jassie, ya? Selamat datang. Kami sudah menunggu." Sapanya tanpa mengurangi senyum.
Aku terpaku. Dia mengenaliku. Bagaimana bisa? Sekalipun aku tidak pernah datang ke hotel ini.
"Ya. Saya Jassie. Tapi bagaimana anda tahu nama saya?"
"Kepuasan pelanggan kami ada yang utama. Ibu sudah ditunggu sejak tadi. Tapi kami diminta menawarkan tempat yang sekiranya ibu inginkan. Beliau sudah memesankan tempat dan ibu dipersilahkan memilih. Ibu bisa menikmati makan malam di restoran kami, atau sebuah kamar vip yang nyaman untuk anda, atau bersantai di tepi kolam renang dengan candle light. Mana yang ibu inginkan?"
Deg deg deg. Degup jantung ku kian cepat. Aku bisa merasakan keringat yang membasahi dahiku. Kaki ku gemetar seperti tak bisa menahan berat tubuhku.
Apa yang resepsionis tadi bicarakan? Restoran. Itu artinya aku akan menghabiskan waktu bersamanya dengan makan malam. Apa aku bisa menelan makananku dengan perasaan seperti ini? Perutku serasa teraduk-aduk. Kamar. Itu hal yang lebih buruk. Kolam renang. Apa itu mungkin pilihan yang tepat?
"Bagaimana bu? Apa anda sudah menentukan pilihan? Kami akan segera memberi kabar beliau setelah ibu mengambil keputusan." Ucap resepsionis itu membuyarkan lamunanku.
"Apa ada pilihan yang lain?" Jawaban bodoh yang keluar dari mulutku. Resepsionis itu hanya tersenyum dan aku tau artinya. Nothing.
Apa yang harus aku lakukan Tuhan?
"Hey Jassie...."
To be continue
Komentar
Posting Komentar