Season 1 chapter 2

"Hey Jassie. How are you bebz?"

Aku berbalik badan dan oh my....
Tampar aku! Apa ini nyata? Di depan ku berdiri laki-laki yang selama ini hanya ada di layar handphone ku. Dia tersenyum dan mengulurkan tangannya.

Aku diam tak bergerak. Hanya mampu menatapnya dari jarak 2 meter. My god. Is it real? Dia seperti pangeran impian yang muncul ke dunia nyata. Pangeran dari layar kaca yang tiba-tiba berdiri di hadapanku.

Dengan style yang sama, seperti foto yang tiap hari aku pandangi. Celana jeans dan kemeja. Uhhhhhh sepertinya aku bakal meleleh seperti coklat yang di panggang di atas api.

"Hey, kenapa kamu melamun? Atau kamu ketakutan? Aku seram ya? Hahaha." Seketika lamunan buyar.

"How are you bebz?" Dia mengulangi sapaannya dan maju menjabat tanganku. Cezzzz pas banget kena hatiku.

"Fine, thanks."
"Jadi apa kamu tidak suka pilihan yang aku tawarkan?"
"Ng... bukan begitu. T-tapi hanya saja aku terlalu bingung."
"How's cute you are ! Follow me. Let sit on that sofa !"

Kami akhirnya duduk di sofa yang ada di lobi. Berseberangan dan saling menatap. Tapi lama kelamaan aku tak kuat. Malu banget. Canggung rasanya. Bertemu dengan seseorang yang sepertinya kita kenal. Tapi bukan dalam dunia nyata.

Setahun lebih kami menghabiskan waktu bersama. Meskipun hanya lewat chatting. Pernah sekali aku memberanikan diri untuk video call. Tapi gak ada guna. Bad result. Aku terlalu malu walau hanya untuk bicara padanya lewat handphone. Aku cukup mengenalnya. Tapi entah apa itu bisa dibilang benar-benar kenal. Hubungan kami semu. Tak ada yang nyata. Sebatas teman namun saling memuji dan mengagumi. Saling mengungkapkan rasa tanpa ada hasrat memiliki. Mungkin ada keinginan itu. Tapi harus terkubur jauh di relung hati terdalan karena masing-masing alasan yang kami hadapi.

"What do you want to drink bebz?" Ternyata seorang waitress datang menawar menu. How's mad. Aku terlalu banyak melamun.
"Iced tea, please."
"And you sir?"
"Orange juice."
Waitress berlalu dan tak lama kembali muncul dengan nampan berisi dua gelas minuman
"Selamat menikmati." Ucap si waitress dan pergi meninggalkan kami yang kembali terselubung kecanggungan.

Dia mengambil gelas yang ada dihadapannya. Meneguk dengan gaya yang aneh. Apa yang dia lakukan? Bibirnya menikmati jus tapi matanya hanya tertuju padaku.
"Please concentrate. Kamu akan menumpahkan minuman itu. Dan jangan menatapku seperti itu. Kamu sekaan ingin menelanku." Ucapku dengan nada ketus. Sebisa mungkin berpura-pura menahan grogi.
"Hahahaha. Kamu ternyata memang pribadi yang lucu. Cute." Ucapnya menimpali keketusanku dengan tawa yang renyah. "Why you dont drink your iced tea? You don't like it?"
Deg. Benar juga. Minumanku sama sekali tidak aku sentuh. Aku malah sibuk melihatnya minum.
Klak. Dia meletakkan gelas jusnya yang tinggal berisi separoh.
"Follow me." Tiba-tiba dia berdiri dan berjalan meninggalkanku.
"Just follow me." Aku yang bengong melihat tingkahnya malah ditarik paksa berjalan mengikuti.
Kami menuju lift dan memasukinya. Dia memencet sebuah tombol dan melepaskan tangannya dariku. Kemana dia akan mengajaku? Hatiku makin berdebar-debar. Pintu lift terbuka dan dia kembali meraih tanganku. Berjalan cepat dan berhenti di sebuah kamar.
"Welcome to my room. Please come in." Ucapnya sambil membuka pintu. Dia masuk dan berdiri menatapku yang terpaku di luar kamar.
"Hey, don't be affraid. Come in !"
Meski ragu aku pun menuruti kata-katanya. Aku memasuki kamar hotel dengan pintun bertulis vip. Memang kamar yang istimewa. Tapi pikiranku yang kalut tak mampu menikmati keindahan itu.
"Sit down please." Dia duduk di sofa dengan santainya. Tapi aku hanya berdiri mematung memandangnya yang tersenyum. Cute teeth. Selalu seperti itu. Saat dia tersenyum aku selalu suka gigi taringnya. Upss my god. Aq benar-benar gila. Tanpa sadar aku tersenyum kecil. Hal itu membuatnya bangkit dari sofa dan menedekatiku. Jantungku kembali berdebar. Aku belum terbiasa dia ad di dekatku.

Blam. Suara pintu tertutup kasar. Apa-apaan sih? Jantungku seolah lepas dari tempatnya. Dia menutup pintu dengan suara sekeras itu. Apa dia ingin menghancurkan pintu itu.
"Jassie, kenapa kau mengacuhkanku? Tak sediktpun kamu bicara. Apa kau tidak senang atas kedatanganku?" Ucapnya sambil membalikan posisi tubuhku agar berdiri menghadapnya. Tatapannya sangat mengintimidasi. Tajam sekali matanya.
Namun yang terjadi padaku bukannya aku merasa takut. Tapi perasaan aneh yang hangat perlahan menyelubungi tubuhku. Ada perasaan bahagia, sangat bahagia bisa menatapnya sedekat ini. Seseorang yang lama aku kenal dari situs chatting kini ada berdiri di hadapanku. Aku terlanjur merasa nyaman padanya. Sikapnya yang dewasa dan memberi energi positif, bahkan hampir tak pernah marah dan sedih. Hari-harinya selalu ia buat menyengkan.
"Abhi....." tanpa sadar tanganku telah berada di pipinya.

Komentar